Selasa, 15 Juli 2014

Kita seharusnya lebih terlibat dalam isu ini dan isu lain yang berkenaan dengan Keadilan Sosial dan Lingkungan. Air adalah unsur hakiki, bukan saja untuk tanaman dan hewan yang tengah bertumbuh kembang, melainkan juga untuk bertahannya hidup manusia. Namun kelangkaan air adalah gejala yang mendunia.
Awal yang mengejutkan....
Amerika dikejutkan dengan penurunan debit air di Sungai Colorado, yang sebagian besar terjadi akibat dari pencairan salju dari Pegunungan Rocky. Akibatnya sekitar 30 juta orang yang bergantung pada aliran sungai tersebut merasakan dampak yang maha luar biasa. Dan yang mengerikan, keadaan ini akan menimbulkan kekacauan di tujuh negara bagian: Colorado, Utah, Wyoming, New Mexico, Arizona, Nevada dan California. Para petani pun protes menggugat pemerintah federal; yang diikuti kota menggugat kota; negara menggugat negara; bangsa Indian menggugat pejabat negara, dan terakhir negara tetangga mereka, Mexico yang juga memiliki klaim kecil di sungai itu, membawa masalah ini ke jalur hukum internasional untuk menggugat pemerintah pusat Amerika Serikat. Selain itu, Sungai Colorado yang lebih rendah hampir pasti menyebabkan sejumlah besar malapetaka ekonomi, sebagai persediaan air di masa mendatang untuk industri Barat, pertanian dan kota berkembang terancam.
Sungai Colorado:

Kesimpulan yang mencemaskan
Seperti yang sudah diprediksi secara global, permasalahan debit air yang mengalir di sungai-sungai besar di dunia ternyata terus menurun dalam 50 tahun terakhir. Fenomena itu menimpa 925 sungai, yang menunjukkan perubahan signifikan jumlah air dalam kurun waktu antara 1948 hingga 2004.
Jumlah air yang mengalir ke Laut Pasifik menurun hingga setara dengan jumlah air yang mengaliri Sungai Mississipi setiap tahunnya. Sungai-sungai besar seperti Sungai Kuning, Yangtze, dan Mekong di China, Sungai Gangga di India, Sungai Niger di Afrika Barat, dan Sungai Colorado di barat daya Amerika juga menunjukkan pengurangan debit besar-besaran.
Sementara itu air yang mengalir ke Samudra Hindia menurun hingga 3 persen atau 140 kilometer kubik. Satu-satunya daerah yang mengalami peningkatan debit air terjadi di Arktik. Debit air meningkat hingga sepuluh persen disebabkan oleh mencairnya salju akibat pemanasan global.
"Sumber air bersih juga akan menurun selama beberapa dekade mendatang karena pertambahan populasi dan perubahan iklim," ujar peneliti lain.
Dai mengatakan kondisi akan semakin buruk dengan menipisnya gletser di Tibet dan tempat-tempat lainnya. Rekan Dai, Kevin Trenberth mengatakan perubahan iklim ini akan sangat mempengaruhi jumlah cadangan dan debit air sungai.
Selain perubahan iklim, pembangunan bendungan dan penggunaan air untuk pertanian dan industri juga berperan dalam berkurangnya aliran air. Penemuan ini telah dipublikasikan dalam Jurnal Masyarakat Meteorologi Amerika edisi 15 Mei. Penemuan yang sangat penting bagi umat manusia dan kesinambungan ekosistem daerah aliran sungai.
"Hal yang terpenting adalah bahwa menurunnya cadangan air ini disebabkan perubahan iklim, namun perubahan ini tetap memiliki pengaruh bagi kehidupan manusia dan ekosistem," kata seorang peneliti.
Penurunan air sungai yang mengalir ke lautan membentuk sedimentasi di mulut sungai dan memengaruhi pola sirkulasi air laut di seluruh dunia.
Akibat pemansan global :
Sebuah gunung es empat kali ukuran Manhattan telah terputus di Greenland, menciptakan banyak ruang akibat pemanasan global

Bagaimana dengan kita Gan ?
Beberapa waktu lalu Wakil Presiden (Wapres) Boediono mengingatkan isu tentang pangan yang akan terus berlanjut di dunia. Indonesia menurutnya harus benar-benar diamankan dari segi pemenuhan kebutuhan pangan. Air akan menjadi faktor penting yang akan jadi rebutan negara di dunia.
"Pangan ini akan menjadi isu yang akan berlanjut dan oleh sebab itu Indonesia benar benar harus kita amankan dari segi kebutuhan pangan ini," kata Boediono.
Boediono mengatakan, isu pangan adalah isu milik global, bukan hanya Indonesia. Jumlah penduduk di dunia makin bertambah, sehingga kebutuhan pangan pun meningkat. Tahun 2010 lalu, total penduduk dunia berjumlah 6,8 miliar, meningkat tajam dari tahun 1970-an yang berjumlah 3,7 miliar. Tahun 2027 nanti, diprediksi jumlah manusia di muka bumi ini sekitar 8 miliar.
Di China, India, Amerika Latin dan kemudian akhirnya beberapa negara di Afrika itu menimbulkan permintaan pangan yang luar biasa, suplainya meningkat tapi tidak secepat itu," ucap Boediono.
"Ke depan, air akan menjadi suatu faktor suatu sarana yang menjadi perebutan banyak negara. Nomor satu brasil sumber airnya sangat luar biasa, kemudian Kanada, Amerika, berikutnya adalah Indonesia," tandas Boediono.
Dikatakan mantan Gubernur Bank Indonesia itu, air adalah sumber kehidupan yang sangat penting. Tanaman pangan seperti padi tidak bisa ditanam tanpa adanya air. Banyak varietas padi yang dihasilan, namun semua membutuhkan air yang jumlahnya besar.
"Efisien penggunaan pupuk, lahan, pestisida, iya, tapi efisien penggunaan air tidak. Semua varietas yang ditemukan sampai sekarang itu masih variteas yang memerlukan air, ini contoh saja dimana air menjadi sesuatu yang sangat strategi. Oleh karena itu mari kita kelola sumber daya air," tutupnya.
Solusi: Kebijakan semua pihak !!!!
Epitet sumber daya air sebagai 'emas biru' merupakan salah satu sumber konflik negara dan masyarakat setelah demam minyak berakhir pada dekade 80 sampai 90-an. Negara kemudian menjelma sebagai aktor predator tunggal yang merampas air dari masyarakat demi mendapatkan kapital besar demi memperlancar pembangunan ekonomi melalui aksi monopoli sepihak yang merugikan kehidupan agraris masyarakat yang berada di desa.
Pergeseran air dari barang publik menjadi barang privat sendiri merupakan tekanan kekuatan transnasional sebagai prasyarat mendapatkan utang luar negeri dari lembaga donor dunia macam IMF dan Bank Dunia. Oleh karena itu, terjadilah komodifikasi air dalam masyarakat di aras lokal, di mana akses masyarakat mendapatkan air dari sumber mata air sendiri semakin susah. Indikasinya terlihat dari semakin surutnya debit air yang dihasilkan oleh mata air gunung sehingga mengancam irigasi dan sumber air minum masyarakat.
Adanya privatisasi tersebut berdampak pada pola pelayanan publik air bersih menjadi tidak memuaskan karena investor asing sendiri tidak berkewajiban untuk melakukan redistribusi air kepada pelanggan secara baik. Investor macam Thames Jaya dan Lyonnaise Jaya sendiri hanya berfokus mencari keuntungan sebanyak-banyaknya dengan meminimalkan standar minimum air minum. Akibatnya, 63 persen pelayanan yang diberikan oleh PAM Jaya sendiri mengecewakan pelanggan. Kekecewaan tersebut belum sebanding apa yang dirasakan oleh masyarakat Cidahu di lereng Gunung Salak, di mana saban hari mereka senantiasa berkompetisi berebut air dengan perusahaan air minum mineral nasional yang setiap hari menyerap air sebanyak 500 ribu sampai satu juta kiloliter per detik untuk kepentingan industrialisasi. Maka dengan sekejap, tata guna lahan menjadi berubah. Dataran hijau yang dulunya subur kini berubah menjadi tandus karena unsur mineral dalam tanah telah dieksploitasi secara represif.
Oleh karena itulah, substansi dalam UU 7/ 2004 sesegera mungkin perlu direvisi mengingat sudah banyak kejadian masyarakat menjadi menderita karena adanya penyerobotan air sepihak oleh swasta asing melalui substansi UU tersebut. Revisi tersebut meliputi bunyi pasal yang mengganjal dan tidak sesuai dengan prinsip demokrasi ekonomi yang diusung Pasal 33 UUD 1945, yang menyatakan bahwa air merupakan barang publik yang semuanya boleh mengakses sehingga tidak ada lagi kejadian marginalisasi masyarakat akibat swastanisasi air secara sepihak.

0 komentar:

Posting Komentar