Rabu, 26 Maret 2014

Fenomena KDRT Di Indonesia


          Fenomena Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah fenomena yang sedang hangat di perbincangkan beberapa tahun terakhir ini. Fenomena KDRT ini dapat terjadi tanpa memandang usia, profesi, tingkat ekonomi maupun pendidikan dari individu yang mengalaminya. Beberapa Publik figure di Indonesia pun menggalamai KDRT, diantaranya Egi Jhon Foreisythe yang mengalami KDRT dari Istrinya Citta Permata, yang kini sudah diceraikannya dan Cici Paramida yang mengalami KDRT dari suaminya Raden Akhmad Suhaebi.
            KDRT adalah segala bentuk tindak kekerasan yang di lakukan oleh suami/istri terhadap istri/suami yang berakibat menyakiti secarafisik, psikis, seksual dan ekonomi, termasuk ancaman, perampasan kebebasan yang terjadi dalam rumah tangga atau keluarga. Selain itu hubungan antara suami dan istri diwarnai dengan penyiksaan secara verbal, tidak adanya kehangatan emosional, ketidaksetiaan dan menggunakan kekuasaan untuk mengendalikan istri. Setelah membaca definisi di atas, tentu pembaca sadar bahwa kekerasan pada istri bukan hanya terwujud dalam penyiksaan fisik, namun juga penyiksaan verbal yang sering dianggap remeh namun akan berakibat lebih fatal dimasa yang akan datang.
            Fenomena KDRT sering kali diselesaikan dengan berbagai cara, sebagian di selesaikan dengan cara membuat korban mengaami cacat permanen di tubuhnya, sebagian lagi di selesaikan dengan jalan pereraian. Fenomena KDRT dalam kasus perceraian artis bisa jadi hanya sebagian kecil contoh dari banyak kasus KDRT yang terjadi di Indonesia. Berdasarkan hasil pemantauan di 43 Pengadilan Agama (PA) Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat banyak kasus perceraian yang didasari oleh berbagai bentuk KDRT (Hukumonline, 4 Juli 2008).
            Kekerasan jenis ini sangat sulit diungkap karena pertama, KDRT oleh sebagian besar orang akan dianggap sebagai hal yang lumrah atau biasa-biasa saja. Kedua, perempuan korban kekerasan menganggap orang lain tidak akan menganggap penting persoalan ini. Perempuan cenderung memilih diam dan memendam sendiri masalahnya karena ia takut apabila ia bicara, dan meminta dukungan atau pertolongan ke orang lain ia akan disalahkan lagi. Di samping itu ia juga takut tidak akan mendapatkan dukungan dari keluarga. Tak jarang apabila korban melapor ke polisi kadang-kadang korban memperoleh jawaban bahwa masalah keluarga harus diselesaikan sendiri dalam keluarga”.

Penyebab Umum KDRT
  • Masyarakat membesarkan anak laki-laki dengan menumbuhkan keyakinan bahwa anak laki-laki harus kuat, berani dan tidak toleran.
  • Laki-laki dan perempuan tidak diposisikan setara dalam masyarakat.
  • Persepsi mengenai kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga harus ditutup karena merupakan masalah keluarga dan bukan masalah sosial.
  • Pemahaman yang keliru terhadap ajaran agama mengenai aturan mendidik istri, kepatuhan istri pada suami, penghormatan posisi suami sehingga terjadi persepsi bahwa laki-laki boleh menguasai perempuan.
  • Budaya bahwa istri bergantung pada suami, khususnya ekonomi.
  • Kepribadian dan kondisi psikologis suami yang tidak stabil.
  • Pernah mengalami kekerasan pada masa kanak-kanak.
  • Budaya bahwa laki-laki dianggap superior dan perempuan inferior.
  • Melakukan imitasi, terutama anak laki-laki yang hidup dengan orang tua yang.
  • Sering melakukan kekerasan pada ibunya atau dirinya.
  • Masih rendahnya kesadaran untuk berani melapor dikarenakan dari masyarakat sendiri yang enggan untuk melaporkan permasalahan dalam rumah tangganya, maupun dari pihak- pihak yang terkait yang kurang mensosialisasikan tentang kekerasan dalam rumah tangga, sehingga data kasus tentang (KDRT) pun, banyak dikesampingkan ataupun dianggap masalah yang sepele. Masyarakat ataupun pihak yang tekait dengan KDRT, baru benar- benar bertindak jika kasus KDRT sampai menyebabkan korban baik fisik yang parah dan maupun kematian, itupun jika diliput oleh media massa. Banyak sekali kekerasan dalam rumah tangga ( KDRT) yang tidak tertangani secara langsung dari pihak yang berwajib, bahkan kasus kasus KDRT yang kecil pun lebih banyak dipandang sebelah mata daripada kasus – kasus lainnya.
  • Masalah budaya, Masyarakat yang patriarkis ditandai dengan pembagian kekuasaan yang sangat jelas antara laki –laki dan perempuan dimana laki –laki mendominasi perempuan. Dominasi laki – laki berhubungan dengan evaluasi positif terhadap asertivitas dan agtresivitas laki – laki, yang menyulitkan untuk mendorong dijatuhkannya tindakan hukum terhadap pelakunnya. Selain itu juga pandangan bahwa cara yang digunakan orang tua untuk memperlakukan anak – anaknya , atau cara suami memperlakukan istrinya, sepenuhnya urusan mereka sendiri dapat mempengaruhi dampak timbulnya kekerasan dalam rumah tangga ( KDRT).
  • Faktor Domestik Adanya anggapan bahwa aib keluarga jangan sampai diketahui oleh orang lain. Hal ini menyebabkan munculnya perasaan malu karena akan dianggap oleh lingkungan tidak mampu mengurus rumah tangga. Jadi rasa malu mengalahkan rasa sakit hati, masalah Domestik dalam keluarga bukan untuk diketahui oleh orang lain sehingga hal ini dapat berdampak semakin menguatkan dalam kasus KDRT.


Dampak Umum KDRT
  • Dampak kekerasan terhadap istri yang bersangkutan itu sendiri adalah: mengalami sakit fisik, tekanan mental, menurunnya rasa percaya diri dan harga diri, mengalami rasa tidak berdaya, mengalami ketergantungan pada suami yang sudah menyiksa dirinya, mengalami stress pasca trauma, mengalami depresi, dan keinginan untuk bunuh diri.
  • Dampak kekerasan terhadap pekerjaan si istri adalah kinerja menjadi buruk, lebih banyak waktu dihabiskan untuk mencari bantuan pada Psikolog ataupun Psikiater, dan merasa takut kehilangan pekerjaan.
  • Dampaknya bagi anak adalah: kemungkinan kehidupan anak akan dibimbing dengan kekerasan, peluang terjadinya perilaku yang kejam pada anak-anak akan lebih tinggi, anak dapat mengalami depresi, dan anak berpotensi untuk melakukan kekerasan pada pasangannya apabila telah menikah karena anak mengimitasi perilaku dan cara memperlakukan orang lain sebagaimana yang dilakukan oleh orang tuanya.


Banyaknya kasus KDRT yang terjadi di Indonesia merupakan cerminan gagalnya sebuah keluarga membangun dan membina sebuah kondisi rumah tangga yang kondusif dan nyaman bagi setiap anggota keluarga yang berlindung didalamnya . Istilah “keluarga” mengacu pada rasa aman dan dilindungi, kondisi yang bersifat pribadi dan sebagai tempat berteduh dari tekanan-tekanan dan kesulitan di luar rumah. Keluarga juga berarti tempat dimana anggota keluarga bisa merasakan eksistensinya dalam keadaan damai, aman dan tentram. Namun ironisnya, keluarga bisa berpotensi sebagai “pusat terjadinya kekerasan” dimana anggota keluarga bisa menjadi sasaran kekerasan.

Sumber

0 komentar:

Posting Komentar