Kita
seharusnya lebih terlibat dalam isu ini dan isu lain yang berkenaan dengan
Keadilan Sosial dan Lingkungan. Air adalah unsur hakiki, bukan saja untuk
tanaman dan hewan yang tengah bertumbuh kembang, melainkan juga untuk
bertahannya hidup manusia. Namun kelangkaan air adalah gejala yang mendunia.
Awal yang
mengejutkan....
Amerika
dikejutkan dengan penurunan debit air di Sungai Colorado, yang sebagian besar
terjadi akibat dari pencairan salju dari Pegunungan Rocky. Akibatnya sekitar 30
juta orang yang bergantung pada aliran sungai tersebut merasakan dampak yang
maha luar biasa. Dan yang mengerikan, keadaan ini akan menimbulkan kekacauan di
tujuh negara bagian: Colorado, Utah, Wyoming, New Mexico, Arizona, Nevada dan
California. Para petani pun protes menggugat pemerintah federal; yang diikuti
kota menggugat kota; negara menggugat negara; bangsa Indian menggugat pejabat
negara, dan terakhir negara tetangga mereka, Mexico yang juga memiliki klaim
kecil di sungai itu, membawa masalah ini ke jalur hukum internasional untuk
menggugat pemerintah pusat Amerika Serikat. Selain itu, Sungai Colorado yang
lebih rendah hampir pasti menyebabkan sejumlah besar malapetaka ekonomi,
sebagai persediaan air di masa mendatang untuk industri Barat, pertanian dan
kota berkembang terancam.
Sungai Colorado:
Kesimpulan
yang mencemaskan
Seperti yang
sudah diprediksi secara global, permasalahan debit air yang mengalir di
sungai-sungai besar di dunia ternyata terus menurun dalam 50 tahun terakhir.
Fenomena itu menimpa 925 sungai, yang menunjukkan perubahan signifikan jumlah
air dalam kurun waktu antara 1948 hingga 2004.
Jumlah air
yang mengalir ke Laut Pasifik menurun hingga setara dengan jumlah air yang
mengaliri Sungai Mississipi setiap tahunnya. Sungai-sungai besar seperti Sungai
Kuning, Yangtze, dan Mekong di China, Sungai Gangga di India, Sungai Niger di
Afrika Barat, dan Sungai Colorado di barat daya Amerika juga menunjukkan
pengurangan debit besar-besaran.
Sementara itu
air yang mengalir ke Samudra Hindia menurun hingga 3 persen atau 140 kilometer
kubik. Satu-satunya daerah yang mengalami peningkatan debit air terjadi di
Arktik. Debit air meningkat hingga sepuluh persen disebabkan oleh mencairnya
salju akibat pemanasan global.
"Sumber
air bersih juga akan menurun selama beberapa dekade mendatang karena
pertambahan populasi dan perubahan iklim," ujar peneliti lain.
Dai mengatakan
kondisi akan semakin buruk dengan menipisnya gletser di Tibet dan tempat-tempat
lainnya. Rekan Dai, Kevin Trenberth mengatakan perubahan iklim ini akan sangat
mempengaruhi jumlah cadangan dan debit air sungai.
Selain
perubahan iklim, pembangunan bendungan dan penggunaan air untuk pertanian dan
industri juga berperan dalam berkurangnya aliran air. Penemuan ini telah
dipublikasikan dalam Jurnal Masyarakat Meteorologi Amerika edisi 15 Mei.
Penemuan yang sangat penting bagi umat manusia dan kesinambungan ekosistem
daerah aliran sungai.
"Hal yang
terpenting adalah bahwa menurunnya cadangan air ini disebabkan perubahan iklim,
namun perubahan ini tetap memiliki pengaruh bagi kehidupan manusia dan ekosistem,"
kata seorang peneliti.
Penurunan air
sungai yang mengalir ke lautan membentuk sedimentasi di mulut sungai dan
memengaruhi pola sirkulasi air laut di seluruh dunia.
Akibat
pemansan global :
Sebuah gunung
es empat kali ukuran Manhattan telah terputus di Greenland, menciptakan banyak
ruang akibat pemanasan global
Bagaimana
dengan kita Gan ?
Beberapa waktu
lalu Wakil Presiden (Wapres) Boediono mengingatkan isu tentang pangan yang akan
terus berlanjut di dunia. Indonesia menurutnya harus benar-benar diamankan dari
segi pemenuhan kebutuhan pangan. Air akan menjadi faktor penting yang akan jadi
rebutan negara di dunia.
"Pangan
ini akan menjadi isu yang akan berlanjut dan oleh sebab itu Indonesia benar
benar harus kita amankan dari segi kebutuhan pangan ini," kata Boediono.
Boediono
mengatakan, isu pangan adalah isu milik global, bukan hanya Indonesia. Jumlah
penduduk di dunia makin bertambah, sehingga kebutuhan pangan pun meningkat.
Tahun 2010 lalu, total penduduk dunia berjumlah 6,8 miliar, meningkat tajam
dari tahun 1970-an yang berjumlah 3,7 miliar. Tahun 2027 nanti, diprediksi
jumlah manusia di muka bumi ini sekitar 8 miliar.
Di China,
India, Amerika Latin dan kemudian akhirnya beberapa negara di Afrika itu
menimbulkan permintaan pangan yang luar biasa, suplainya meningkat tapi tidak
secepat itu," ucap Boediono.
"Ke
depan, air akan menjadi suatu faktor suatu sarana yang menjadi perebutan banyak
negara. Nomor satu brasil sumber airnya sangat luar biasa, kemudian Kanada,
Amerika, berikutnya adalah Indonesia," tandas Boediono.
Dikatakan
mantan Gubernur Bank Indonesia itu, air adalah sumber kehidupan yang sangat
penting. Tanaman pangan seperti padi tidak bisa ditanam tanpa adanya air.
Banyak varietas padi yang dihasilan, namun semua membutuhkan air yang jumlahnya
besar.
"Efisien
penggunaan pupuk, lahan, pestisida, iya, tapi efisien penggunaan air tidak.
Semua varietas yang ditemukan sampai sekarang itu masih variteas yang
memerlukan air, ini contoh saja dimana air menjadi sesuatu yang sangat
strategi. Oleh karena itu mari kita kelola sumber daya air," tutupnya.
Solusi:
Kebijakan semua pihak !!!!
Epitet sumber
daya air sebagai 'emas biru' merupakan salah satu sumber konflik negara dan
masyarakat setelah demam minyak berakhir pada dekade 80 sampai 90-an. Negara
kemudian menjelma sebagai aktor predator tunggal yang merampas air dari
masyarakat demi mendapatkan kapital besar demi memperlancar pembangunan ekonomi
melalui aksi monopoli sepihak yang merugikan kehidupan agraris masyarakat yang
berada di desa.
Pergeseran air
dari barang publik menjadi barang privat sendiri merupakan tekanan kekuatan
transnasional sebagai prasyarat mendapatkan utang luar negeri dari lembaga
donor dunia macam IMF dan Bank Dunia. Oleh karena itu, terjadilah komodifikasi
air dalam masyarakat di aras lokal, di mana akses masyarakat mendapatkan air
dari sumber mata air sendiri semakin susah. Indikasinya terlihat dari semakin
surutnya debit air yang dihasilkan oleh mata air gunung sehingga mengancam
irigasi dan sumber air minum masyarakat.
Adanya
privatisasi tersebut berdampak pada pola pelayanan publik air bersih menjadi
tidak memuaskan karena investor asing sendiri tidak berkewajiban untuk
melakukan redistribusi air kepada pelanggan secara baik. Investor macam Thames
Jaya dan Lyonnaise Jaya sendiri hanya berfokus mencari keuntungan
sebanyak-banyaknya dengan meminimalkan standar minimum air minum. Akibatnya, 63
persen pelayanan yang diberikan oleh PAM Jaya sendiri mengecewakan pelanggan.
Kekecewaan tersebut belum sebanding apa yang dirasakan oleh masyarakat Cidahu
di lereng Gunung Salak, di mana saban hari mereka senantiasa berkompetisi
berebut air dengan perusahaan air minum mineral nasional yang setiap hari
menyerap air sebanyak 500 ribu sampai satu juta kiloliter per detik untuk
kepentingan industrialisasi. Maka dengan sekejap, tata guna lahan menjadi
berubah. Dataran hijau yang dulunya subur kini berubah menjadi tandus karena
unsur mineral dalam tanah telah dieksploitasi secara represif.
Oleh karena
itulah, substansi dalam UU 7/ 2004 sesegera mungkin perlu direvisi mengingat
sudah banyak kejadian masyarakat menjadi menderita karena adanya penyerobotan
air sepihak oleh swasta asing melalui substansi UU tersebut. Revisi tersebut
meliputi bunyi pasal yang mengganjal dan tidak sesuai dengan prinsip demokrasi
ekonomi yang diusung Pasal 33 UUD 1945, yang menyatakan bahwa air merupakan
barang publik yang semuanya boleh mengakses sehingga tidak ada lagi kejadian
marginalisasi masyarakat akibat swastanisasi air secara sepihak.
Setelah minyak, Emas Biru Akan Jadi Rebutan Bangsa-bangsa di Dunia di Masa Depan