Kamis, 24 Januari 2013

Tokoh Politik

T.O.U.4

Susilo Bambang Yudhoyono

Di depan para peserta Indonesia Future Leaders Forum di Jakarta, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berbicara soal kepemimpinan. Bukan hanya kepemimpinan dalam arti teoritis yang disampaikan Presiden, tetapi juga praktik keseharian yang ia jalankan sepanjang tujuh tahun pemerintahannya.
Presiden mengakui bahwa kepemimpinan yang ia jalankan bukan gaya kepemimpinan yang bisa dipakai oleh pemimpin yang lain. Setiap pemimpin pasti memiliki gaya kepemimpinannya sendiri dan itu sangat tergantung dari situasi dan tantangan yang dihadapi.
Gaya kepemimpinan yang ia jalankan sekarang, menurut Presiden merupakan gaya kepemimpinan yang sesuai dengan era demokrasi. Presiden bahkan menegaskan, kalau dirinya cenderung untuk mengalah, cenderung memilih melakukan berkompromi dan membuat konsensus, karena ia tidak ingin kepemimpinan yang dijalankan menjadi otoriter.
Penjelasan SBY itu merupakan jawaban atas pertanyaan banyak pihak yang menilai Presiden sering ragu-ragu. Banyak pihak-yang diakui Presiden sendiri-sering akhirnya merasa gemas, karena banyak keputusan yang lamban untuk diambil.
Dengan penjelasan itu, maka kita tidak usah lagi terlalu berharap bahwa akan ada yang berubah dari Presiden. Dalam tiga tahun pemerintahannya ke depan kita harus menerima kenyataan bahwa segala kebijakan akan diambil dengan pertimbangan yang sangat hati-hati dan kelirulah kita jika berharap akan ada keputusan yang diambil secara cepat.
Presiden juga menguraikan bahwa dalam keyakinannya, tidak ada kewenangan yang boleh didelegasikan. Oleh karena itu dirinya ikut turut campur tangan langsung atas setiap kebijakan yang akan dikeluarkan kementerian. Ia ingin tahu secara detil landasan dari kebijakan yang hendak diambil.
Dengan gaya kepemimpinan seperti itu tidak usah heran apabila kebijakan yang bersifat teknis pun sekarang ini begitu lamban dilakukan kementerian. Kalau Presiden ingin tahu secara detil dan bahkan terlibat secara langsung, wajar apabila proses pengambilan keputusan menjadi lebih panjang.
Dalam manajemen modern yang mengutamakan kecepatan, memang gaya kepemimpinan ini bisa jadi sangat tidak cocok. Apalagi jika pendelegasian kewenangan tidak dipahami sebagai sesuatu yang penting dilakukan. Namun itulah gaya kepemimpinan SBY, yang mau tidak mau kita terima karena kita sudah memberikan kepercayaan kepada dirinya.
Memang kita menjadi agak rancu ketika Presiden menyampaikan pentingnya pemimpin untuk membangun tim. Kerja tim hanya bisa berjalan dengan baik apabila ada kepercayaan satu dengan yang lain. Pendelegasian wewenang kepada menteri untuk menangani persoalan teknis merupakan cerminan dari kepercayaan dan kemauan untuk membangun kerja tim.
Sehebat apa pun orang itu, tidaklah mungkin ia bisa mengerjakan semuanya. Selain keterbatasan secara fisik, kita tidak mungkin menghindar dari perjalanan waktu. Kita harus menerima kenyataan bahwa satu hari itu hanya 24 jam dan mustahil dalam keterbatasan waktu kita lalu ingin menangani semua persoalan.
Oleh karena itulah tantangan seorang pemimpin adalah bagaimana memberdayakan seluruh kekuatan di dalam tim. Kita harus membangun sebuah sistem dan nilai yang memungkinkan orang yang bekerja bersama kita bekerja berdasarkan aturan yang kita tetapkan itu.
 Pemimpin pada akhirnya adalah sosok orang yang mampu meyakinkan orang lain untuk melakukan hal yang belum tentu ia sukai. Namun dengan kemampuan untuk menjelaskan tujuan yang akan dicapai apabila kita melakukan itu, orang akan bisa dipengaruhi untuk mau melaksanakan apa yang diinginkan seorang pemimpin.
 Pada akhirnya kepemimpinan tidak cukup hanya memuaskan sang pemimpin saja. Kepemimpinan harus bisa menghasilkan. Kepemimpinan harus mencapai tujuan besar yang hasilnya bisa dirasakan oleh semu pihak. Kepemimpinan pada sebuah negara harus bisa memuaskan seluruh rakyat.
 Presiden SBY menyadari bahwa masyarakat sangat mendambakan hasil yang bisa segera dirasakan. Namun sebuah kebijakan tidak bisa segera dirasakan hasilnya. Yang bisa segera dirasakan hasilnya adalah adalah kemajuan dari langkah kebijakan yang dikeluarkan.
Untuk itulah kepemimpinan pada sebuah pemerintahan dan juga perusahaan tidak bisa hanya bertumpu pada orientasi jangka panjang. Kepentingan jangka pendek harus juga menjadi perhatian. Bahkan harus ada yang cepet dirasakan agar masyarakat tidak kemudian menjadi frustasi.
 Untuk itulah dalam ilmu ekonomi dikenal apa yang dikatakan sebagai quick fix. Sebab, pada jangka panjang bisa-bisa semuanya sudah tidah berdaya, in the long run we all dead.

Kelebihan dan Kekurangan masa SBY

v  Kelebihan
·         Klaim 1 : Harga BBM diturunkan hingga 3 kali (2008-2009), pertama kali sepanjang sejarah.
·         Klaim 2 : Perekonomian terus tumbuh di atas 6% pertahun, tertinggi setelah orde baru.
·         Klaim 3 : Cadangan devisa pada tahun 2008 US$ 51 miliar, tertinggi sepanjang sejarah.
·         Klaim 4 : Cadangan devisa pada tahun 2008 US$ 51 miliar, tertinggi sepanjang sejarah.
·         Klaim 5 :Rasio hutang negara terhadap PDB terus turun dari 56% pada tahun 2004 menjadi 34% pada tahun 2008.
·         Klaim 6 :Utang IMF lunas.
·         Klaim 7 :CGI dibubarkan.
·         Klaim 8 :Mengadakan program-program pro-rakyat seperti: BLT, BOS, Beasiswa, JAMKESMAS, PNPM Mandiri, dan KUR tanpa agunan tambahan.
·         Klaim 9 :Anggaran pendidikan naik menjadi 20% dari APBN, pertama kali sepanjang sejarah.
·         Klaim 10 :Pelayanan kesehatan gratis bagi rakyat miskin. Anggaran kesehatan naik 3 kali lipat dari sebelumnya, tertinggi sejak orde baru.
·         Klaim 11 :Korupsi diberantas tanpa pandang bulu. Lebih dari 500 pejabat publik diproses secara hukum, tertinggi sejak merdeka.
·         Klaim 12 :Pengangguran terus menurun. 9,9% pada tahun 2004 menjadi 8,5% pada tahun 2008.
·         Klaim 13 :Kemiskinan terus turun 16,7% pada tahun 2004 menjadi 15,4% pada tahun 2008.

Kekurangan


Sejumlah kegagalan dan kekurangan yang masih terjadi adalah kepastian hukum belum sepenuhnya terwujud, masih maraknya korupsi, birokrasi yang dianggap belum mencerminkan good governance, kerusakan lingkungan hidup, infrastruktur yang masih kurang memadai, serta biaya politik yang masih tinggi, terutama dalam pilkada. Presiden SBY juga mencatat, gangguan terhadap kerukunan dan toleransi serta sejumlah aksi kekerasan yang mengganggu keamanan dan ketertiban publik masih kerap dijumpai.


Sumber : 
http://bagongmendem.blogspot.com/2012/09/kelebihan-dan-kekurangan-masa-sby.html 
http://metrotvnews.com /read/tajuk /2011/06/09/788/Itulah-Gaya-Kepemimpinan- SBY 
http://www.scribd.com/doc/24364039/Analisa-Politik?autodown=doc 
http://newspaper.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=104668

Jumat, 04 Januari 2013

masalah sosial


BAB I
PENDAHULUAN

Posisi mewujudkan masyarakat yang sejahtera  berlangsung. Dalam hal ini bentuk masalah sosial yang tampil dapat berupa masalah pada level individu. Jenis masalah sosial yang pertama masalah sosial yang berkaitan dengan perilaku orang perorang sebagai  masyarakat seperti tindakan kriminal,  serta berbagai bentuk penyalahgunaan . Masalah kependudukan dan kurang berfungsinya berbagai bentuk aturan sosial. Jenis masalah sosial tersebut dapat dilihat sebagai salah satu hambatan usaha mewujudkan masyarakat sejahtera,apabila peningkatan kesejahteraan dipandang sebagai proses pendayagunaan sumber daya pemenuhan kebutuhan guna peningkatan taraf hidup masyarakat dan pembaca.
            Perilaku penyalahgunaan obat terlarangdan kecanduan obat adalah merupakan deviasi pada level individu,sumber permasalahannya dapat berasal dari faktor individual. Ada hal yang dapat digunakan untuk menjelaskan latar belakang masalah dari faktor sosialisasi ini. Pertama adalah urbanisme,suatu penjelasan yang berangkat dari argumen karakteritik dan kehidupan kota. Apabila karakteristik kota dan gaya hidup seperti ini terinternalisasi melalui proses sosialisasi,maka akan lebih mudah mendorong seseorang melakukan penyimpangan termasuk penyalahgunaan obat dan kecanduan obat. Kedua melalui proses transmisi kultural. Melalui cara ini dapat dijelaskan mengapa seseorang menjadi jahat,sedangkan orang lain tidak,padahal berasal dari karakteristik sosial yang sama,misalnya masyarakat urban. Seseorang belajar untuk menjadi kriminal,begitu juga menjadi pemakai obat dan pecandu obat melalui proses interaksi. Secara singkat dikatakan bahwa sentiment pro kriminal tumbuh dan berkembang melalui asosiasi dengan orang lain dalam proses interaksi sosial. Ketiga penjelasan melalui realita perbedaan subkultural. Hal ini penggunaan obat merupakan suatu kebiasaan yang terintegrasi ke dalam subkultural tertentu. Dari uraian tentang ketiga sumber masalah melalui proses sosialisasi tersebut,akan tampak bahwa walaupun sama-sama merupakan sumber masalah dari faktor individu perbedaannya dengan pandangan biologis dan psikologis adalah bahwa teori sosialisasi lebih menitikberatkan pada kekuasaan faktor eksternal yang mendorong individu menjadi berperilaku devian. Pelacakan sumber dan latar belakang masalah penyalahgunaan obat dari level masyarakat yang sudah dibicarakan tersebut pada umumnya menggunakan pandangan struktural yang di dalamnya terkandung perbedaan nilai dan perbedaan kepentingan.


BAB II
PEMBAHASAN

C. Penanganan Masalah Berbasis Masyarakat
           
            Sikap yang terjadi pada masyarakat terhadap masalah sosial dapat berupa tindakan kolektif untuk melakukan perubahan dalam bentuk tindakan rehabilitatif atau bahkan mengantisipasi agar kondisi yang tidak diharapkan tersebut tidak terkendali. Demikian,upaya penanganan masalah sosial oleh masyarakat tidak semata-mata tindakan reaktif yang bersifat kekagetan pada saat munculnya masalah,apalagi jika respon tersebut baru muncul setelah masalah sosial berkembang menjadi krisis sosial. Dalam hal ini kondisi yang disebut sebagai masalah sosial merupakan salah satu bentuk realitas sosial yang dapat menimbulkan penderitaan. Idealnya, upaya untuk mengatasi masalah dan penderitaan itu dating dari masyarakat melalui cara mengembangkan dirinya. Sehubung dengan hal itu dikatakan, bahwa upaya pelyanan sosial oleh negara tersebut akan melibatkan interaksi atau hubungan timbal balik antara 3 pihak
1.  Mengembangkan Sistem Sosial Yang Responsif
Penyakit masyarakat dianggap identik dengan masalah sosial, maka upaya pemecah masalahnya tidak cukup dengan memberikan pelayanan sosial yang sifatnya rehabilitatif kepada individu penyandang masalah. Pemecahan masalah justru akan lebih efektif melalui bekerjanya sistem sosial yang menempatkan kondisi masalah sosial sebagai umpan balik dan mampu mengolah dan memanfaatkannya untuk melakukan pemecahan masalah secara melekat. Masyarakat dapat melakukan upaya perbaikan, penyembuhan, dan penanganan masalah sosial secara mandiri melalui bekerjnya mekanisme dalam sistem sosialnya. Dalam praktik kehidupan sosial, bekerjanya mekanisme kontrol sosial ini dapat dibedakan mejadi dua, yaitu kontrol pasif dan kontrol aktif. Kontrol pasif dalam bentuk dorongan internal warga masyarakat agar berprilaku sesuai nilai dan normma, serta menghindari yang sebaliknya. Bentuk kontrol pasif ini berfungsi untuk membangun keberaturan dalam sistem sosialnya. Sedangkan bentuk yang kedua kontrol sosial aktif yang merupakan proses untuk mengimplementasikan tujuan dan nilai yang sudah disepakati. Kontrol ini berupa proses yang kontinyu dimana nilai diterapkan dan keputusan diambil dalam kehidupan bersama.

2. Pemanfaatan Modal Sosial
            Masyarakat pada dirinya memiliki modal sosial ini. Perbedaanya terletak pada besar kecilnya dan variasi kandungannya. Perbedaan lain juga terletak pada identifikasinya, ada masyarakat yang modal sosialnya sudah banyak teridentifikasi dan dimanfaatkan,sementara dalam masyarakat lain masih banyak belum dioptimalkan. Pemanfaatan modal sosial guna penanganan masalah sosial oleh masyarakat dapat dilihat dari beberapa bentuk, dalam bentuk tindakan bersama untuk meningkatkan kualitas hidup, pemberian jaminan sosial kepada warga masyarakat dan minimalisasi serta penyelesaian konflik sosial. Dalam watak yang lebih operasional modal sosial dapat diidentifikasikan dalam bentuk solidaritas sosial yang bersumber dari kesadaran kolektif, saling percaya,asas timbale balik dan jaringan sosial. Keberadaan modal sosial terutama apabila dikelola dengan baik dapat digunakan untuk memelihara integrasi sosial dalam masyarakat, termasuk yang kondisinya sudah semakin kompleks dengan variasi kepentingan yang kompleks pula. Kesemuanya itu merupakan modal sosial yang dapat memberi pengaruh pada usaha meminimalisasi potensi konflik sosial.

3. Pemanfaatan Institusi Sosial
Dalam menjalankan peranan dalam pelayanan dan perlindungan sosial guna memberikan kontribusi bagi kesejahteraan sosial yaitu dari  Asosiasi sukarela, yang dapat meliputi kelompok swadaya, lembaga sukarela independen, lembaga sukarela kuasi pemerintah dan lembaga nonprofit kuasi pemerintah.  Lingkungan rumah tangga dan tetangga yang berasal dari keluraga dan solidarits bertetangga. Pasar, berupa usaha bisnis yang bersifat privat.  Negara, berupa pelayanan yang diselenggarakan oleh Negara. Berdasarkan berbagai realita dan pemikiran tersebut, maka persoalan pokoknya adalah dibutuhkan suatu upaya yang dapat mengoptimalkan peranan dari berbagai organisasi sosial yang ada serta tindakan kolektif yang dapat mengubah berbagai energi dan potensi usaha kesejahteraan sosial yang masih laten menjadi manifest, sehingga akan memberikan kontribusi yang lebih besar bagi pemecahan masalah-masalah sosial. Melalui berbagai upaya tersebut maka kontribusi masyarakat dalam penanganan masalah sosial dapat lebih dioptimalkan.
  • Organisasi Masyarakat

Masyarakat yang bersifat lokal dapat tumbuh sebagai bentuk aktualisasi berbagai pranata sosial yang ada dan tidak jarang pula didasarkan pada pengamalan ajaran agama, dengan demikian lebih didorong oleh motivasi religius. Sebagai organisasi yang berbasis pranata dalam masyarakat, institusi ini biasanya kuat eksistensinya termasuk pola kepemimpinannya dan dapat mengikat serta melibatkan mayoritas warga masyarakat dalam komunitas tertentu. Demikian yang perlu dilakukan dalam pengembangannya bukan mengubahnya menjadi organisasi yang bersifat formal, melainkan tetap mempertahankan ikatan dan polalokal yang ada termasuk pola kepemimpinannya. Sambil memfasilitasi tampilannya tenaga pengelola yang mempunyai kemampuan manajerial.



  • Organisasi Swasta

Bagi organisasi swasta ini untuk melakukan dan memberikan pelayanan sosial yang tidak semata-mata berorientasi keuntungan kepada lapisan masyarakat bawah. Perusahaan swasta yang berorientasi profit dan memiliki usaha di luar bidang pelayanan sosial , sebetulnya juga dapat melakukan usaha sampingan dalam bentuk kegiatan pelayanan sosial dan bantuan sosial.

  • Optimalisasi Kontribusi Dalam Pelayanan Sosial

Organisasi dan mekanisme kerjanya semestinya dikembalikan pada watak dan sifat pelayanan sosial yang cenderung mementingkan proses dan bersifat humanis disbanding hasil fisik. Demikian pelayanan sosial yang diberikan lebih mengutamakan pengembangan kapasitas penyandang masalah. Bagi organisasi masyarakat local, walaupun jangkauan pelayanan sosialyang diberikan terbatas oleh ikatan lokalitas atau kekerabatan, tetapi efektivitasnya sudah lebih teruji dan memang sudah mengakar dalam realitas kehidupan masyarakat. Organisasi swasta baik yang langsug melakukan usaha kesejahteraan sosial maupun yang memberi bantuan atau menjadi donator organisasi pelayanan sosial yang ada perlu teru diberi perangsang.


  • Kerjasama dan Jaringan

Dalam rangka optimalisasi kontribusi masing-masing dan mewujudkan hubungan yang sinergis, prlu dijajagi berbagai kemungkinan kerja sama antar organisasi pelayanan sosial yang ada. Keberadaan semacam forum komunikasi cukup relevan dalam rangka membangun komitmen bersama, pertukaran iformasi, dan melihat kemungkinan hubungan sinergis dan saling mengisi. Forum semacam ini juga dapat menjadi media bagi stakehoders untuk menjalani proses belajar sosial. Dengan terjalinya komunikasi akan dapat mendorong kesadaran bahwa masing-masing memiliki kekurangan yang dapat di isi oleh kelebihan pihak lain
D. Upaya Penanggulangan Masalah

            Cara penanganan masalah,yaitu pertama disebut Alcoholics Anonymous yang dikembangkan oleh Milton A Maxwell, model ini memang secara eksplisit menyebutkan teori asosiasi deferensial sebagai landasannya. Alcoholics Anonymous dapat dianggap sebagai contoh klasik program rehabilitasi yang berorientasi pada proses belajar melalui sosialisasi individu. Kedua merupakan model yang dikembangkan oleh Volkman dan Cressy melalui prinsip rehabilitasi, yaitu:  Admission maksudnya tidak semua pecandu obat secara otomatis diterima dalam kelompok, Indoctrination maksudnya  bahwa rehabilitasi berarti mempengaruhi anggota untuk mengadopsi nilai dan sikap tertentu dalam hal ini adalah sikap anti penyalahgunaan obat, kecanduan dan anti mabuk, Group Cohesion maksudnya melalui kelompok yang kohesif dimungkinkan hubungan saling mempengaruhi satu terhadap yang lain khususnya dalam hal ketaatan terhadap norma kelompok sosial, Status Ascription maksudnya baik anggota kelompok yang merupakan pecandu obat maupun yang bukan meraih status dalam kelompok berdasarkan tingkat penampilannya yang anti penyalahgunaan dan anti mabuk,  Synanon maksudnya sebagai mekanisme yang efektif untuk rehabilitasi melalui kelompok. Penanganan masalah penyalahgunaan dan kecanduan obat juga sering dilakukan dengan mengefektifkan sarana pengendalian sosial termasuk di dalamnya melalui peraturan hukum yang bersifat represif. Maka penanganan masalah penyalahgunaan obat juga dapat dilakukan dengan mengintensifkan dan menata jaringan komunikasi antara unsure yang terkait dengan masalah ini, seperti: Lembaga pendidikan, lembaga yang berkaitan dengan penyaluran hobi, minat dan bakat. Apabila pembenahan jaringan komunikasi ini di ikuti dengan fungsionalisasi masing-masing lembaga tersebut, maka kesan terjadinya berbagai bentuk diintegrasi yang di perhitungkan merupakan sumber masalah akan dapat dikurangi.

BAB III
KESIMPULAN

Masalah dasar penyalahgunaan obat bermula dari alkohol. Terlalu sering mabuk juga membuat seseorang menelantarkan atau kurang memperhatikan penampilan dan peranan sosialnya. Kebiasaan mabuk dapat mengakibatkan seseorang menjadi kecanduan. Karena kecanduan merupakan proses penyalahgunaan dan pemakaian yang berlebihan sehingga dapat mengakibatkan seseorang menjadi tidak berdaya. Dalam pengentasan penyalahgunaan obat bahwa dalam masyarakat yang semakin berkembang,lebih di butuhkan inisiatif kreatifitas dan kompentensi masyarakat sendiri untuk melaksanakan pembangunan. Sehingga sulit diharapkan dari para penyandang masalah penyalahgunaan dan kecanduan obat.

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Soetomo, 2008. Masalah Sosial dan Upaya Pemecahannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

http://sosbud.kompasiana.com/2011/10/22/makalah-masyarakat-interaksi-dan-perubahan-sosial-405714.html

Danpak Perceraian Pada Sikologis Anak


BAB I
PENDAHULUAN

Pada dasarnya, pernikahan adalah proses penyatuan antara dua individuyang berasal dari latar belakang yang berbeda dan memiliki kepribadian yangberbeda. Pernikahan juga menuntut adanya penyesuaian antara dua keluarga.Proses penyatuan tersebut membutuhkan persiapan dan kesiapan dari keduapasangan suami istri beserta keluarga mereka.Perbedaan-perbedaan dalam pernikahan sering menimbulkan pertengkaranantar suami istri. Munculnya berbagai permasalahan dalam pernikahan, sepertiperselingkuhan, masalah anak, masalah ekonomi, masalah seks, dll, juga dapatmengguncangkan sebuah pernikahan. Saat pernikahan mulai terguncang,pasangan suami istri dihadapkan pada dua keputusan sulit, yaitu tetapmempertahankan pernikahan atau bercerai.Perceraian dipilih saat pasangan suami istri merasa sudah tidak dapat lagimempertahankan pernikahan mereka. Perceraian ini tentu saja akan mengubahkehidupan suami istri, dan juga anak-anak mereka. Konsekuensi perceraian yangmenyentuh berbagai macam aspek kehidupan harus dihadapi oleh pasangan yangbercerai. Oleh karena itu, melalui makalah ini, penulis akan membahas mengenaiperceraian.

BAB II
PEMBAHASAN

Psikologi anak-anak korban perceraian
Memang ada pandangan psikologi mutakhir yang menyatakan orang bisa hidup lebih bahagia setelah bercerai. Bahwa perceraian bukan akhir kehidupan suami istri. Namun, orangtua yang bercerai harus tetap memikirkan bagaimana membantu anak mengatasi penderitaan akibat ayah Ibunya berpisah.
Dari waktu ke waktu, kasus perceraian tampaknya terus meningkat. Maraknya tayangan infotainment di televisi yang menyiarkan parade Artis Dan public figure yang mengakhiri perkawinan mereka melalui meja Pengadilan, seakan mengesahkan bahwa perceraian merupakan tren. Sepertinya kesakralan Dan makna perkawinan sudah tidak lagi berarti. Pasangan yang akan bercerai sibuk mencari pembenaran akan keputusan mereka untuk berpisah. Mereka tidak lagi mempertimbangkan bahwa ada Yang bakal sangat menderita dengan keputusan tersebut, yaitu anak-anak.
Namun, fenomena perceraian marak terjadi bukan hanya di kalangan artis atau public jIgure saja. Di dalam keluarga sederhana, bahkan di dalam Lingkungan pendidik, lingkungan yang tampak religius, perceraian juga Banyak terjadi. Salah satunya terjadi pada Pak Edy (bukan nama sesungguhnya) ,
Sambil bertanya, sekilas ia menjelaskan kesulitannya mengasuh anak satu-satunya yang berusia empat tahun. Doni, nama anak itu, menjadi sangat nakal dan tidak mau ditinggal bekerja oleh ayahnya. Di akhir Cerita, Pak Edy baru mengaku bahwa ia telah berpisah dengan istrinya karena ketidakcocokan.
Pada kisah lainnya, Ayu, bocah berumur delapan tahun, mengalami perubahan sangat memprihatinkan setelah orangtuanya bercerai. Ayu enggan berangkat ke sekolah. Sebab, di lingkungan dia belajar itu banyak temannya yang bertanya-tanya tentang kasus perceraian orangtuanya.
Ayu menjadi malu, merasa dirinya sangat buruk karena memiliki orangtua yang bercerai. Dalam hati Ayu juga merasa marah kepada ayah dan ibunya kenapa mereka sering bertengkar dan saling marah. Akibatnya, sulit baginya mengharapkan bisa bepergian sekeluarga ke mal atau keluar kota untuk berlibur, seperti yang dialami teman-temannya.
Sejak perceraian itu semangat belajar Ayu menurun drastis, Sehingga nilai rapornya pun merosot. Anak yang tadinya gembira dan ceria itu berubah diam, pasif, dan murung, dengan badan yang juga semakin kurus.
Reaksi Berbeda
Seperti yang terjadi pada Doni Dan Ayu, perceraian selalu saja merupakan rentetan goncangan-goncangan yang menggoreskan luka batin yang dalam bagi mereka yang terlibat, terutama anak-anak.
Sekalipun perceraian tersebut dapat diselesaikan dengan baik dan damai Oleh orangtuanya, namun tetap saja menimbulkan masalah bagi anak-anak mereka.
Reaksi anak berbeda-beda terhadap perceraian orangtuanya. Semua tergantung pada umur, intensitas serta lamanya konflik yang berlangsung sebelum terjadi perceraian.
Setiap anak menanggung penderitaan dan kesusahan dengan kadar yang berbeda-beda. Anak-anak yang orangtuanya bercerai, terutama yang sudah berusia sekolah atau remaja biasanya merasa ikut bersalah dan bertanggung jawab atas kejadian itu. Mereka juga merasa khawatir terhadap akibat buruk yang akan menimpa mereka.
Bagi anak-anak, perceraian merupakan kehancuran keluarga yang akan mengacaukan kehidupan mereka. Paling tidak perceraian tersebut menyebabkan munculnya rasa cemas terhadap kehidupannya di masa kini dan di masa depan. Anak-anak yang ayah-ibunya bercerai sangat menderita, dan mungkin lebih menderita daripada orangtuanya sendiri.
Akibat Emosional
Dalam suatu perceraian, orangtua mencurahkan seluruh waktu dan uangnya untuk saling bertikai mengenai harta, tunjangan uang yang akan diberikan suami setelah bercerai, hak pemeliharaan anak, dan hak-hak lain.
Sementara itu, mereka hanya mencurahkan sedikit waktu atau usaha untuk mengurangi akibat emosional yang menimpa anak-anaknya. Pengacara yang terlibat dalam perceraian tersebut, sesuai tugasnya memang hanya memfokuskan diri pada masalah hukum saja. Biasanya mereka kurang memperhatikan akibat emosional pada diri anak-anak yang jadi Korban dalam peristiwa perceraian tersebut.
Mereka umumnya kurang ikut memikirkan bagaimana memberikan konseling Kepada kliennya, dalam hal ini orangtua yang mau bercerai, tentang cara-cara terbaik dalam membantu anak-anak mengatasi dan menyesuaikan diri dengan situasi yang ada.
Walaupun orangtua telah berusaha menyelesaikan perceraian dengan hati-hati dan damai, tidak Ada cara yang dapat mereka lakukan untuk menghindari akibat negatif terhadap anak-anak. Oleh karena itu, menjadi penting bagi orangtua yang dalam proses Perceraian untuk sebaik mungkin mengambil usaha-usaha khusus untuk Meminimalkan penderitaan dan kesusahan anak-anaknya. Ini membutuhkan perhatian dan usaha aktif dari pihak orangtua.
Sampai Dua Tahun.
Umumnya anak-anak yang orangtuanya bercerai dilanda perasaan-perasaan kehilangan (hilangnya satu anggota keluarga: ayah atau ibunya), gagal, kurang percaya diri, kecewa, marah, dan benci yang amat sangat.
Richard Bugeiski Dan Anthony M. Graziano (1980) menyatakan bahwa dua tahun pertama setelah terjadinya perceraian merupakan masa-masa yang amat sulit bagi anak-anak. Mereka biasanya kehilangan minat untuk pergi dan mengerjakan tugas-tugas sekolah, bersikap bermusuhan, agresif depresi, dan dalam beberapa kasus Ada yang bunuh diri.
Anak-anak yang orangtuanya bercerai menampakkan beberapa gejala fisik dan stres akibat perceraian tersebut seperti insomnia (sulit tidur), kehilangan nafsu makan, dan beberapa penyakit kulit.
Riset menunjukkan, setelah kira-kira dua tahun mengalami masa sulit dengan perceraian orangtuanya, sampailah anak-anak tersebut ke masa keseimbangan atau masa equilibrium. Di masa itu, kesusahan dan penderitaan akut yang mereka alami sejak terjadinya perceraian mulai berkurang.
Anak-anak telah belajar menyesuaikan diri dan melanjutkan kehidupan mereka. Namun, perceraian orangtua tetap menorehkan luka batin yang menyakitkan bagi mereka. Selain beberapa dampak di atas, dalam beberapa kasus terjadi anak yang orangtuanya bercerai, pada saat dewasa, menjadi takut untuk menikah.
Dia khawatir perkawinannya nanti akan mengalami nasib yang sama seperti orangtuanya. Kasus yang lain, anak yang orangtuanya bercerai, pada saat dewasa jadi membenci laki-laki atau perempuan karena menganggapnya sama dengan ayah atau ibunya yang telah menghancurkan keluarganya.
Yang Perlu Dilakukan.
Sangat sulit menemukan cara agar anak-anak merasa terbantu dalam menghadapi masa-masa sulit karena perceraian orangtuanya. Sekalipun ayah atau ibu berusaha memberikan yang terbaik yang mereka bisa, segala yang baik tersebut tetap tidak dapat menghilangkan kegundahan hati anak-anaknya.
Beberapa psikolog menyatakan bahwa bantuan yang paling penting yang dapat diberikan oleh orangtua yang bercerai adalah mencoba menenteramkan hati dan meyakinkan anak-anak bahwa mereka tidak bersalah. Yakinkan bahwa mereka tidak perlu merasa harus ikut bertanggung jawab atas perceraian orangtuanya.
Hal lain yang perlu dilakukan oleh orangtua yang akan bercerai adalah membantu anak-anak untuk menyesuaikan diri dengan tetap menjalankan kegiatan-kegiatan rutin di rumah. Jangan memaksa anak-anak untuk memihak salah satu pihak yang sedang cekcok serta jangan sekali-sekali melibatkan mereka dalam proses perceraian tersebut.
Hal lain yang dapat membantu anak-anak adalah mencarikan orang dewasa lain seperti tante atau paman, yang untuk sementara dapat mengisi kekosongan hati mereka setelah ditinggal ayah atau ibunya. Maksudnya, supaya anak-anak merasa mendapatkan topangan yang memperkuat mereka dalam mencari figur pengganti ayah ibu yang tidak lagi hadir seperti
ketika belum ada perceraian.

BAB III
KESIMPULAN

            Sikologi pada anak yang kedua orang tuanya bercerai sebagian besar akan mengalami perubahan emosional yang cukup besar, anak akan lebih temperamental dan bahkan bisa menjadi orang yang anti sosial. Mereka biasanya kehilangan minat untuk pergi dan mengerjakan tugas-tugas sekolah, bersikap bermusuhan, agresif depresi, dan dalam beberapa kasus Ada yang bunuh diri.  Anak-anak yang orangtuanya bercerai menampakkan beberapa gejala fisik dan stres akibat perceraian tersebut seperti insomnia (sulit tidur), kehilangan nafsu makan, dan beberapa penyakit kulit.

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA


http://www.scribd.com/doc/76301673/LATAR-BELAKANG-PERCERAIAN